Tuesday 19 July 2011

PERAN MARGA

PERAN MARGA
Gaung kegiatan Punguan (kumpulan) marga terdengar semakin nyaring khususnya dalam satu dasawarsa terakhir ini. Berbagai kegiatan organisasi marga baik di Bona Pasogit maupun di paserahan (rantau) secara umum mencerminkan tema Marsipature Hutana Be, menjalin rasa kesatuan dan persatuan secara internal, dan secara eksternal menyuarakan visi dan Misi mendukung program pembangunan pemerintah, khususnya program Pemerintah Kabupaten.

Terbentuknya organisasi marga sejak awal memang dipandang positif. Aspek utama yang bisa diamati adalah secara internal pemeliharaan nilai-nilai kekeluargaan antar sesama marga bersangkutan. Itu terlihat dalam kegiatan arisan, pesta partangiangan, perayaan Natal/Tahun Baru dan sebagainya. Bahkan dalam bentuk lebih maju, sudah ada organisasi marga yang menyelenggarakan forum-forum diskusi, sarasehan, maupun seminar. Seperti halnya marga Manalu beberapa tahun silam pernah menggelar sarasehan yang titik arahnya bukan hanya membahas kepentingan internal marga Manalu, tapi juga menyangkut peran aktif dalam konteks Martabe dan pengentasan kemiskinan. Kita juga sudah sering mendengar kumpulan marga tertentu datang dari rantau ke Bona Pasogit, mengadakan wisata pulang kampung, sekalian melakukan berbagai aktivitas sosial yang bermanfaat bagi masyarakat kampung halaman. Di Silindung misalnya, marga Tobing tergolong marga yang proaktif menyikapi perkembangan situasi, mengkonsolidasikan diri secara organisatorial di Bona Pasogit maupun di parserahan. Demikian halnya pihak marga Hutapea yang baru-baru ini menyelenggarakan safari martabe pulang kampung.

Dari satu sisi kegiatan punguan marga seperti itu mengindikasikan persepsi mempererat tali persaudaraan sesama marga, dan di sisi lain berupa evaluasi terhadap keberadaan marga tertentu dalam konteks perjalanan sejarah. Seperti dinyatakan St Togi Hutapea Ketua Umum Punguan Pomparan Si Raja Hutapea se-Jabotabek, bahwa latar belakang pelaksanaan safari sambung rasa yang mereka lakukan merupakan panggilan moral untuk menyikapi situasi yang berkembang, dimana marga Hutapea umunya disadari jauh tertinggal dibanding masyarakat (marga/red) lainnya di tengah kehidupan masyarakat dewasa ini. Selain itu diingatkan adanya gejala "lost generation" (generasi yang hilang), diteropong dalam konteks marga, budaya, adat istiadat, tarombo (silsilah) maupun sejarah terjadinya marga itu sendiri. Disebut contoh, seorang pemuda setelah tamat SMA yang merantau ke Jakarta misalnya, tak dapat menjelaskan tentang siapa dirinya, atau dari ompu mana dia berasal. Di atas dasar pemikiran tersebut, barangkali tepat manakala ada yang menyuarakan perwujudan formal dari suatu Gerakan Marsipature Margana Be (MARGABE), yang landasan strategisnya mengacu pada konsep Marsipature Hutana Be dari mantan Gubernur Raja Inal Siregar.

Konsep Marsipature Hutana Be, secara implisit sebenarnya sudah tercermin melalui berbagai aktivitas kumpulan marga selama ini. Tapi bila dipadukan menjadi suatu gerakan bersifat global koordinatif, dampak sosialnya barangkali akan lebih besar dan meluas. Meskipun dari sisi lain konsep seperti itu akan ditafsirkan berbau primordialistik. Dan memang, penggalangan suatu kekuatan elemen di tengah masyarakat berkonsekuensi lahirnya "isme". Namun jika arahnya terfokus pada kepentingan pembangunan, yang dus non politis, sesuatu yang disebut isme menjadi suatu power pendorong maha dahsyat, terutama dikaitkan dengan berbagai pergeseran nilai yang ditransfer modernisasi sekarang ini.

Pada tahap lanjutan, segenap kumpulan marga yang telah terwadahi dalam organisasi formal, kemudian dipertemukan dalam sebuah Forum Komunikasi Kumpulan Marga. Sehingga antara setiap marga terjalin hubungan positip yang lebih luas dan berakar. Misalnya ada persoalan person atau keluarga marga tertentu dengan marga lain, melalui forum dapat segera diselesaikan. Melalui forum tersebut, setidaknya bisa terantisipasi terjadinya konflik antarmarga, yang sering tercermin selama ini hanya karena suatu persoalan sepele yang sebenarnya tak berhubungan langsung dengan kehendak/ kepentingan marga itu.

Peran marga memang tidaklah sederhana dipandang dari aspek yang lebih lebar. Jika setiap warga, setiap kelompok marga di Bona Pasogit maupun di parserahan, semakin sadar untuk ikut bergabung dalam perkuatan rasa kesatuan dan kepentingan kemajuan secara menyeluruh, maka Bona Pasogit Tapanuli Utara maupun Toba Samosir, akan cepat terwujud menjadi Bona Pasogit yang Indah dan Sejahtera sebagaimana dirumuskan Bupati Drs. RE. Nainggolan. Artinya, organisasi marga tidak sekadar ada sebagai wadah yang tampil pada momen seremonial, tapi benar-benar ikut menjadi bagian integral dari kepentingan kampung halaman keseluruhan. Maka, tepatlah julukan klasik bahwa setiap orang Batak adalah Anak Ni Raja. (R.03)

No comments:

Post a Comment