Tuesday 19 July 2011

BERBAHAGILAH SEBAGAI BORU BATAK

Memang dalam keluarga batak yang membawa garis keturunan adalah laki-laki. Bila ada keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki maka keluarga akan kurang terhormat. Garis keturunan akan terputus yang dikenal denga istilah Mate Pusuk/ Mati Pucuk. Keturunan adalah hal yang paling didambakan oleh setiap keluarga. Hal ini nyata kita temui dalam pesta pernikahan baik secara adat na gok, adat na met-met atau na mangalua sekalipun. Sai gabe-gabean ma hamuna maranak nang marboru. Bintang na rumiris ombun na sumorop anak pe riris boru pe torop,, dan , emma tutu! Ya anak adalah salah satu bukti kehormatan pada orang batak.
Namun apa yang kita temui dilapangan? Dalam keluarga batak perempuan kurang mendapat peran baik dalam pengambilan keputusan apalagi dalam pembagian harga gono-gini (harta warisan). Dalam acara-acara adat, misalnya martonggo raja, marhusip atau yang lain perempuan batak kebanyakan hanya sebagai pelengkap. Dalam pembagian harta warisan, perempuan batak tidak mendapat hak sama sekali kecuali hanya sebatas tanda kasih (tanda ni holong). Bila ada keluarga batak yang hanya memiliki anak perempuan, harta yang dikumpulkan orang tuanya, misalnya Rumah, tanah maka harta itu menjadi hak dari anak saudaranya laki-laki. Anak kandungnya hanya mendapat sebahagian kecil saja. Sungguh tragis memang. Pada kondisi demikian maka siperempuan tersebutpun akan mendapat “suatu tekanan” dari masyarakat. Penulis pernah mendengar seorang perempuan batak dihina oleh lawan bertengkarnya hanya karena hal sepele. “ Ai aha na naeng asangkononmu, ai soadong ibotom”. Suatu kata-kata yang sangat pedih. Beliau juga sangat berharap mempunyai saudara kandung laki-laki untuk melindungi dan menjaganya. ?
Namun bila kita amati dalan struktur segitiga pengaman Dalihan Na Tolu, perempuan batak ditempatkan pada tempat yang terhormat. Dalam Dalihan na Tolu wanita batak ditempatkan pada posisi puncak. Beberapa alas an yang mengungkapkan demikian antara lain:
1. Karena wanita batak laki-laki batak akan menjadi parbohas diulaon ni wanita batak (pihak parboru/hula hula) perduli laki-laki batak itu mempunyai status social yang tinggi. Tidak perduli bahwa beliau itu seorang Jenderal, Menteri atau Presiden-pun (semoga ada orang batak yang menjadi pemimpin negeri ini) tetap harus di talaga/di dapur dan menjadi parhobas. Dia harus tunduk sesuai aturan yang berlaku dan menghormati pihak perempuan batak (hula-hulanya) walau hula-hulanya itu “mokkik-okkik” di paradongan.
2. Sebutan-sebutan dalam keluarga batak.Dalam keluarga batak ada sebutan-sebutan antara :
i. Untuk Laki-laki : Amang, Amang Siadopan, Amang Raja Doli
ii. Untuk perempuan : Inang, Inang Boru, Parsonduk Bolon, Inang Raja Boru, Inang Boru ni Raja, Inang Soripada.
3. Memang orang batak adalah anak dohot boru ni raja. Namun dalam pengunkapan dilapangan maupun dalam Rumah tangga batak jarang disebut untuk kepala Rumah tangga Amang anak ni Raja tetapi kalau Inang boru ni raja sering diungkapkan. Hal ini menandakan walaupun sama-sama anak dan boru ni raja tetapi untuk perempuan batak diperjelas dan diperdalam lagi pengungkapan untuk menghormati bahwa perempuan batak bukan hanya sekedar boru ni raja tetapi jelas-jelas boru dan keturunan raja.
4. Dalam pemberian tanda jasa atau gelar atau dalam pemberian ulos selalu kita dengar sebutan untuk perempuan batak dengan “Inang Soripada”. “Asa dipasahat hami songan silas ni roha nami ro ma tu joloan Amang,,,, dohot “Inang Soripada” (walau sebenarnya pemberian tanda jasa itu hanya untuk suaminya tetapi wanita batak selalu dipanggil dengan sebutan yang sangat terhormat). Kalau kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Inang Soripada” mempunyai arti yang lebih tinggi dari Istri Tercinta, Istri Tersayang, Ibunda tercinta, bahkan juga lebih tinggi dari Tuan Putri, Permaisuri, Rani ataupun Ratu.
Maka apakah perempuan batak tidak bangga dengan sebutan yang disandangnya? Walaupun kadang mendapat tekanan dalam kehidupan social tetapi berbahagialah perempuan yang terlahir sebagai perempuan batak.

Tabe,,
OpuRHRumahSondi.
TkoF

Catatan:
1. Tulisan ini bukan menganjurkan agar wanita batak harus menikah dengan lelaki batak, tetapi kalau boleh menikahlah dengan lelaki batak.
2. Kalau wanita batak rindu dengan sebutan-sebutan tersebut menikahlah dengan lelaki batak. Tetapi jangan menikah hanya karena sebutan-sebutan tersebut.
3. Tulisan ini sebagai salah satu bentuk penghormatan saya pribadi kepada perempuan batak terlebih kepada Ibunda tercinta bersaudara yang tidak mempunyai saudara laki-laki.

No comments:

Post a Comment